Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

Daerah  

Kota Kupang Kembali Raih Penghargaan 10 Besar Indeks Kota Toleran

Avatar photo
Reporter : Makson Saubaki Editor: Redaktur
Foto. Kota Kupang Kembali Raih Penghargaan 10 Besar Indeks Kota Toleran.
Foto. Kota Kupang Kembali Raih Penghargaan 10 Besar Indeks Kota Toleran.

Studi indexing disusun dengan mencatat dan menilai praktik-praktik toleransi terbaik kota-kota di Indonesia.

Penyusunan dilakukan dengan memeriksa bagaimana toleransi, kebebasan beragama berkeyakinan dan kebhinekaan dipraktikkan dan dipromosikan secara serempak oleh elemen-elemen kota.

Studi ini menetapkan 4 variabel dengan 8 indikator sebagai alat ukur untuk menilai 94 kota di Indonesia, yaitu variabel regulasi pemerintah kota dengan indikator rencana pembangunan dalam bentuk RPJMD dan dokumen perencanaan lainnya dan indikator ketiadaan kebijakan diskriminatif.

Variabel regulasi sosial dengan indikator ketiadaan peristiwa intoleransi dan indikator dinamika masyarakat sipil terkait peristiwa intoleransi.

Variabel tindakan pemerintah dengan indikator pernyataan pejabat kunci tentang peristiwa intoleransi dan indikator tindakan nyata pemerintah dalam merespon Tindakan intoleransi.

Variabel demografi agama dengan indikator heterogenitas keagamaan penduduk dan indikator inklusi sosial.

Ketua Badan Pengurus, Dr. Ismail Hasani, dalam sambutannya mengatakan yang dinilai bukan kinerja Wali Kota saja meskipun paling menentukan, namun juga mengukur kinerja masyarakat, tokoh-tokoh ulama, agama, sosial, elemen masyarakat sipil.

Menurut Hasani, ekosistem toleransi ditopang oleh 3 hal antara lain kepemimpinan toleransi, kepemimpinan sosial, dan kepemimpinan birokrasi.

“Kalau 3 kepemimpinan ini kokoh maka ekosistem toleransi terbentuk,” ungkapnya.

Plh. Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri RI, Ir. Togap Simangunsong, dalam sambutannya mewakili Menteri Dalam Negeri mengatakan bahwa toleransi menjadi sangat penting bagi bangsa Indonesia karena kita terdiri dari keberagaman dan kemajemukan agama, suku dan etnis.

“Tanpa toleransi mungkin negara tidak dapat berdiri sampai saat ini,” ungkapnya.

Diakui Togap, hingga saat ini masih ditemui permasalahan toleransi yang menonjol.

Hal ini, terjadi karena komitmen kepemimpinan daerah yang kurang ramah terhadap toleransi, diantaranya pendirian rumah ibadah yang sulit dilaksanakan, pemenuhan hak-hak minoritas yang kurang maksimal, dan mengedepankan identitas agama tertentu dalam program kegiatan sehingga cenderung akan menerbitkan kebijakan yang mengedepankan aspek agama tertentu tanpa mempertimbangkan agama lainnya.

Baca Juga:  Peringati HUT Kota Kupang, Camat dan Lurah Dapat Kendaraan Dinas

“Oleh karena itu, sebagai koordinator pembinaan dan pengawasan pemerintah daerah, Kemendagri berkomitmen untuk terus menerus membangun ekosistem toleransi di daerah, antara lain melakukan pengawasan regulasi-regulasi yang regresif terhadap toleransi baik yang terdahulu maupun yang baru terbit beberapa tahun terakhir, memfasilitasi kolaborasi antar kota dalam pemajuan toleransi, mempertemukan kota-kota untuk belajar, dan memantau perkembangan dan tindak lanjut terhadap kota-kota dengan skor toleransi terendah guna memastikan keselarasan pemahaman dan agenda pemajuan toleransi lintas instansi,” ujarnya.

Togap juga meminta kepada seluruh kepala daerah agar memasukkan isu toleransi ke dalam program pembangunan yang tercermin dalam dokumen perencanaan pembangunan, melakukan terobosan-terobosan yang promotif terhadap pemajuan toleransi.

“Ciptakan sebanyak mungkin sarana komunikasi dan dialog antar umat beragama serta menjadikan IKT sebagai saran dan masukan untuk perbaikan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Tunjukan kepemimpinan politik dan kepemimpinan birokrasi yang kuat dalam mengkokohkan kemajuan toleransi di daerah masing-masing,” tambahnya.

Dalam sambutannya mewakili Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Deputi 1, Mayjen TNI Rudi Widodo dalam sambutannya mengatakan IKT ke 7 tahun ini patut diapresiasi karena bermanfaat bagi advokasi kebijakan yg berfokus pada bidang toleransi, pluralisme, pencegahan ekstrimisme berbasis kekerasan, rules of law, bisnis dan HAM dan human security.

Dikatakan Rudy Widodo, indeks toleransi yang tinggi tidak serta merta menjadikan masyarakat kebal terhadap ekstrimisme kekerasan dalam konteks perekrutan khususnya dengan fenomena perkembangan self radicalization yang terjadi dikalangan kelompok rentan seperti perempuan, remaja dan anak-anak.

Baca Juga:  Penetapan 5 Tersangka Kasus Korupsi GOR Kabupaten Kupang, Ini Kata Pj. Bupati Kupang

“Indeks toleransi yang tinggi tidak sepenuhnya menjamin bebas dari ancaman terorisme dalam konteks menjadi target serangan khususnya dengan perkembangan strategi kelompok teroris yang memanfaatkan setiap kesempatan untuk melancarkan aksi terorisme,” ujarnya.

Dalam pemaparannya, Mayjen Rudi mengatakan pada tahun 2023, I-KHub BNPT telah merilis counter terrorism violence extremism outlook yang di dalamnya memuat kajian mengenai provinsi yang rentan ancaman terorisme, kajian ini didasarkan pada data terjadinya tindak pidana terorisme termasuk penangkapan terduga teroris dan inventarisasi jaringan atau kelompok terorisme.

Hasil kajian tersebut, terdapat perbedaan temuan karena perbedaan metodologi menjadi indikasi bahwa tingginya indeks toleransi suatu wilayah tidak memastikan berkurangnya kerentanan terhadap ancaman terorisme.

“Oleh karena itu, perlunya pengujian ulang kerentanan wilayah terhadap ancaman terorisme ini di tingkat propinsi dengan persebaran kerentanan di wilayah kota,”bebernya.

Ditambahkan Rudy Widodo, kajian pemeringkatan kota-kota toleran sebagaimana dirilis SETARA Institute pada dasarnya dapat dimanfaatkan sebagai data dukung BNPT dan atau Kementerian Lembaga lainnya dalam menentukan kebijakan berbasis bukti.

Harapan kita Bersama IKT ini dapat bermanfaat bagi seluruh kementerian / lembaga, masyarakat sipil dalam memastikan Indonesia damai dan harmoni, sesuai kunci keberhasilan dalam penanggulangan terorisme.

“Melalui semangat World of Government and World of Society Approach dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, pemerintah, akademisi, media, pelaku usaha dan masyarakat atau pendekatan Pentaheliks,”ungkapnya.***


Powered By NusaCloudHost