Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

Berhentikan Perangkat Desa, Dua Kades di Rote Ndao K.O di PTUN Kupang

Avatar photo
Foto. Rian Van Frits Kapitan, S.H., M.H
Foto. Rian Van Frits Kapitan, S.H., M.H

Kupangberita.com — Pemberhentian Perangkat Desa Nggelodae dan Desa Tebole,Kecamatan Rote Selatan, Kabupaten Rote Ndao akhirnya diputuskan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Kupang.

Rian Van Frits Kapitan, S.H., M.H dan Yohana Lince Aleng, S.H., M.H selaku kuasa hukum 11 orang perangkat desa yang diberhentikan Kepada Media Kamis (14/04/2022), malam mengakui adanya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut.

“Hukum pasti menang atas kekuasaan dan kesewenang-wenangan, semua hanya masalah waktu. Dua kasus ini contohnya,” tandas Rian, yang merupakan Pengacara dari Organisasi Advokat Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini.

Putusan perkara Perangkat Desa Nggelodae dengan Nomor.29/G/2021/PTUN. KPG dan Putusan Perangkat Desa Tebole Nomor.37/G/2021/PTUN. KPG.

Keduanya sama-sama dikabulkan oleh Majelis Hakim PTUN Kupang pada tanggal 14 April 2022.

Putusan ini prinsipnya membatalkan keputusan Kepala Desa Nggelodae dan Kepala Desa Tebole yang memberhentikan total 11 orang klien kami sebagai perangkat desa dan mengembalikan mereka dalam jabatan semula sebagai perangkat desa baik dalam jabatan sebagai Sekretaris Desa, Kaur maupun Kepala Dusun.

“Dengan adanya putusan ini otomatis perangkat-perangkat desa yang telah diangkat menggantikan posisi klien-klien kami harus diberhentikan dan gaji serta tunjangan-tunjangan yang selama ini sudah diterima serta dinikmati dapat menjadi persoalan baru, yakni kerugian keuangan negara, sebab proses pengisian jabatan mereka dilakukan secara tidak sah dan didahului dengan pemberhentian secara tidak sah terhadap klien-klien kami,” tutur Rian.

“Permohonan penundaan pelaksanaan keputusan pemberhentian klien-klien kami dalam kasus pemberhentian perangkat Desa Tebole juga dikabulkan oleh Hakim.

Adapun alasan dikabulkannya permohonan penundaan itu oleh Hakim adalah karena : Pertama, jabatan klien-klien kami sebagai perangkat desa memiliki hak-hak keuangan dari keuangan daerah atau negara, karena itu dikuatirkan hak-hak itu dibayarkan kepada pihak lain yang diangkat secara tidak sah dan tidak berhak sehingga berpotensi menimbulkan kerugian keuangan daerah/negara atau setidak-tidaknya menimbulkan terjadinya tindak pidana.

Kedua, apabila jabatan klien-klien kami digantikan oleh orang lain yang proses pengangkatannya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, berpotensi menimbulkan adanya penyalahgunaan kewenangan yang menimbulkan kerugian keuangan daerah/negara,”ujar Rian.

Menurut Rian, penundaan pelaksanaan keputusan pemberhentian tersebut sejatinya hanya bisa dikabulkan oleh Pengadilan jika memenuhi norma Pasal 65 ayat (1) Undang-Undang Nomor: 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, yakni :“keputusan yang ditetapkan tidak dapat ditunda pelaksanaannya, kecuali jika berpotensi menimbulkan: a. kerugian negara; b. kerusakan lingkungan hidup; dan/atau c. konflik sosial”.

“Kami selaku kuasa hukum Para Penggugat dapat membuktikan bahwa keputusan pemberhentian ini memenuhi alasan dalam huruf a,yakni berpotensi menimbulkan kerugian negara,” tegas Rian.

Dengan adanya dua putusan hakim PTUN yang membatalkan keputusan pemberhentian perangkat Desa ini, maka segala jenis pembayaran yang terlanjur dibayarkan kepada perangkat desa yang menggantikan klien-klien kami itu menjadi tidak sah dan dapat dianggap sebagai kerugian keuangan negara dan yang bertanggungjawab sudah pasti Kepala Desa yang melakukan pemberhentian dan pengangkatan perangkat desa baru dan semua perangkat desa baru yang menerima serta menikmati segala pembayaran berupa gaji dan tunjangan-tunjangan itu.

“Bahkan pihak dari Dinas PMD maupun Camat yang memberikan saran-saran serta rekomendasi yang bertentangan dengan hukum berkaitan dengan pemberhentian dan pengangkatan perangkat desa baru dapat dikenakan tindak pidana turut serta melakukan tindak pidana korupsi dalam Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana,” ujarnya.

Oleh karena itu, setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap saya akan melaporkan Kepala Desa, Para Perangkat Desa dan semua pihak yang diduga terlibat itu ke Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur agar mereka semua diperiksa berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi akibat pemberhentian dan pengangkatan perangkat desa yang tidak sah.

Kami benar-benar angkat topi dengan Hakim PTUN yang mengadili perkara ini, sebab secara tersirat pemberhentian perangkat desa itu menurut Putusan PTUN harus memenuhi dua syarat secara komulatif, yakni alasan pemberhentian harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan pemberhentian harus sesuai dengan prosedur/tahapan pemberhentian.

Ambil contoh, pemberhentian tujuh orang klien kami sebagai perangkat desa oleh Kepala Desa Nggelodae Urbanus Sinlae, S.H tidak memenuhi alasan pemberhentian dan prosedur pemberhentian sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 83 Tahun 2015 Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa,Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 67 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 83 Tahun 2015 Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa maupun Perda Kabupaten Rote Ndao Nomor 10 Tahun 2019 tentang Perangkat Desa.

“Kepala Desa ini memberhentikan klien-klien kami dengan berbagai alasan.

Salah satu alasannya adalah pengangkatan klien-klien kami tidak melalui proses penjaringan dan seleksi sebagaimana yang diatur dalam Perda Kabupaten Rote Ndao Nomor:10 Tahun 2019 Tentang Perangkat Desa.

Padahal pengangkatan klien-klien kami sudah dilakukan sebelum berlakunya Perda itu dan dalam ketentuan Pasal 39 Perda itu jelas menetapkan:(1) Perangkat desa yang diangkat sebelum ditetapkannya Peraturan Daerah ini tetap melaksanakan tugas sampai habis masa jabatan berdasarkan keputusan pengangkatannya. (2) Perangkat desa yang habis masa tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan berusia kurang dari 60 tahun, diangkat kembali menjadi perangkat desa sampai dengan usia 60 (enam puluh)tahun.

Sementara semua klien kami yang diberhentikan belum ada yang usianya 60 tahun,”terang Rian.

Nah, dengan demikian alasan pemberhentian ini kan membuktikan Kadesnya kurang serius membaca aturan.

Kemudian dalam pemberhentian ini pun Camat Rote Selatan memberikan rekomendasi berupa penolakan terhadap permohonan pemberhentian klien-klien kami yang diajukan oleh Kepala Desa, sementara dalam Perda kalaupun alasan pemberhentiannya memenuhi, maka tetap harus mendapat rekomendasi camat berupa persetujuan pemberhentian.

Namun, kasus di Desa Nggelodae ini baik alasan pemberhentian maupun prosedur pemberhentian berupa rekomendasi camat tidak dipenuhi, tetapi tetap diberhentikan dan diangkat perangkat-perangkat yang baru oleh Kepala Desa.

Pemberhentian klien-klien kami oleh Kepala Desa Tebole pun demikian. Sekalipun mendapatkan rekomendasi camat berupa persetujuan tapi tidak didahului dengan adanya pemberhentian.

sementara terhadap klien-klien kami sebelum diberhentikan secara permanen dan alasan pemberhentiannya juga tidak sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Rote Ndao Nomor:10 Tahun 2019 Tentang Perangkat Desa.


Powered By NusaCloudHost