Alasannya: karena statusnya sebagai janda.
“Apakah janda tidak punya hak hidup? Apakah janda tidak boleh bersyukur atas anak-anaknya yang berhasil?” tanya Imelda, getir.
Ketidakadilan yang dialami keluarga kecil ini membuka luka lama tentang ketimpangan sosial dan represi budaya yang kerap menyasar perempuan tanpa perlindungan.
Yang menyakitkan, semua itu muncul hanya karena satu unggahan penuh syukur.
“Postingan saya tidak menyebut nama siapa pun. Tapi kenapa keluarga kades merasa tersinggung? Apakah karena ada isu audit dana desa yang sedang hangat? Saya tidak tahu, tapi saya yakin ibu saya tidak pantas diperlakukan seperti penjahat,” tegas Imelda.
Ia berharap pemerintah daerah, aparat hukum, dan lembaga perlindungan perempuan segera bertindak.
Sebab jika teror terhadap perempuan, janda, dan warga biasa dibiarkan, maka demokrasi desa akan mati perlahan.
“Media sosial bukan tempat kriminal. Itu ruang ekspresi, ruang merayakan syukur. Jangan ubah itu jadi alasan untuk mengintimidasi rakyat,” pungkas Imelda.
Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp KupangBerita.Com
+ Gabung
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.