Kupang, KBC – Gangguan penglihatan dapat berdampak serius terhadap mata pencaharian seseorang.
Jika kemampuan seseorang untuk bekerja terganggu akibat masalah penglihatan, maka berpotensi besar memicu kemiskinan.
Hal ini disampaikan Alexander Mering, jurnalis dari Suara Sarawak, saat menjadi narasumber dalam pelatihan “Etika Penulisan Kesehatan Mata Inklusif” yang diselenggarakan oleh Yayasan Tanpa Batas (YTB) di Hotel Neo Aston Kupang, Rabu (18/12).
“Untuk itu, diperlukan dukungan khusus dari semua pihak, termasuk para wartawan, media dan pemangku kepentingan guna meningkatkan kesadaran bersama tentang pentingnya masalah ini,” ujar Alexander Mering, yang juga alumni Lemhannas angkatan 2020 itu.
Kontribusi Gangguan Penglihatan terhadap Kemiskinan
Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun 2023 sebesar 19,96%, sedikit menurun dari 20,88% pada tahun 2012.
Meski demikian, penurunan ini lebih lambat dibandingkan provinsi lain di Indonesia.
Menurut Mering, meskipun gangguan penglihatan bukan penyebab utama kemiskinan, kondisi ini turut memberikan kontribusi signifikan terhadap tingginya angka kemiskinan di NTT.
Prevalensi Gangguan Penglihatan di NTT
Direktur Yayasan Tanpa Batas (YTB), Deni Sailana, mengungkapkan bahwa kesehatan mata merupakan aspek penting dalam kesehatan masyarakat yang sering kali kurang mendapat perhatian dalam media.
Dengan meningkatnya prevalensi masalah kesehatan mata, penting bagi jurnalis untuk memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai topik ini serta memahami etika dalam penulisannya.
“Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas jurnalis dalam melaporkan isu-isu kesehatan mata secara akurat, informatif, dan etis,”ungkap Sailana.
Dikatakan Deni Sailana, gangguan penglihatan memiliki dampak besar terhadap kualitas hidup masyarakat di NTT.
“Individu dengan gangguan penglihatan sering kali kehilangan kemandirian dan kemampuan untuk bekerja, yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan pendapatan dan peningkatan kemiskinan,” ujar Deni Sailana.
Menurut data YTB, prevalensi gangguan penglihatan di NTT mencapai 2%.
Survei Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) yang dilakukan pada 2014 di 10 kabupaten/kota di NTT menunjukkan angka kebutaan sebesar 4%, jauh di atas rata-rata nasional yang hanya 1,5%.
Hubungan Gangguan Penglihatan dan Kemiskinan
Pernyataan Alexander Mering dan Deni Sailana sejalan dengan hasil penelitian Jaggernath dkk. (2014), yang menemukan adanya hubungan erat antara gangguan penglihatan dan kemiskinan.
Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa disabilitas netra mengakibatkan individu kesulitan mengakses pendidikan dan layanan kesehatan.
Kesulitan ini berdampak pada berkurangnya peluang kerja dan hilangnya pendapatan, yang akhirnya memicu siklus kemiskinan.
Upaya Penanggulangan
Dalam upaya mengatasi masalah gangguan penglihatan, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi inisiatif Vision 2020: The Right to Sight pada tahun 2000.
Pemerintah juga menerbitkan Peta Jalan Penanggulangan Gangguan Penglihatan 2017–2030.
Peta jalan ini mencakup enam pilar utama, yakni tata kelola, sumber daya manusia, peningkatan akses ke layanan, pengelolaan keuangan, teknologi dan peralatan kesehatan, serta sistem informasi kesehatan.
Tujuannya adalah memastikan bahwa setiap warga negara Indonesia, termasuk mereka yang mengalami gangguan penglihatan, memiliki akses yang setara terhadap layanan kesehatan dan kesempatan kerja sesuai potensinya.
Di tingkat daerah, NTT telah meluncurkan program Inclusive System for Effective Eye Care (I-SEE) yang dilaksanakan oleh Yayasan Tanpa Batas (YTB) bekerja sama dengan CBM Global.
Program ini bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan memperkuat akses terhadap layanan kesehatan mata di wilayah tersebut.
“Selain itu, program ini juga dirancang untuk meningkatkan akses layanan kesehatan mata bagi masyarakat,” tambah Deni Sailana.***
Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp KupangBerita.Com
+ Gabung
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.